Sunday 30 April 2017

Mari kembali lagi ke Coldplay.


Iya, mungkin saya belum bisa move on dari kesedihan nggak bisa nonton konser Coldplay secara live, bukan move on dari nonton konsernya loh bahkan, makanya ini level kesedihannya lebih dalam lagi :(

Lagu sebegitu berpengaruhnya gak sih bagi kalian untuk mengingat momen tertentu? kalau saya sih, banget. Bahkan merasakan kembali apa yang saya rasakan ketika mendengarkan lagu itu di momen-momen yang memberi kesan tersendiri. 
Nah, saya mau bercerita mengenai Coldplay dari perspektif saya.
Coldplay adalah pendamping hidup saya dalam keseharian, dimulai dari SMA, pas di masa lagi benar-benar terpuruk, atau benar-benar senang, atau biasa-biasa saja. Jadi dihitung-hitung, sekitar 7 tahun mungkin?
Mendengarkan “Fix You” ketika lagi mengejar ranking di SMA dan persiapan Ujian Nasional.
Mendengarkan “Low” ketika lagi jalan dari rumah menuju jalan raya untuk naik angkot ke kampus demi tahap seleksi BEM dan mau latihan Trace.
Mendengarkan “Amsterdam” ketika lagi galaunya sama kisah percintaan anak kuliahan yang beda agama padahal lagunya juga nggak nyambung sama topiknya.
Mendengarkan “High Speed” ketika sedang menginap di rumah oma opa saya sembari mengerjakan digital painting.
Mendengarkan “Swallowed in The Sea” ketika lagi menginap di rumah kontrakan Veli di Jogja sebelum kami semua berpisah di tempat studi kami kuliah masing-masing.
Mendengarkan “Sky Full of Stars” sebagai soundtrack yang digunakan untuk Awarding Night Miss UMN.
Mendengarkan “Always in My Head” sewaktu beberes ruang bem di bulan Desember, sedang mendung dan menjelang Natal.
Mendengarkan “Something Just Like This” di radio mobil kantor magang sehabis meeting.
Mendengarkan “Amazing Day” dan “A Message” ketika hari sedang terasa baik.
Mendengarkan “Yellow” ketika sedang mandi sampai selesai mandi, dalam lingkungan yang tidak mengenakkan namun harus dijalani, dalam kesendirian, di sebuah tempat penginapan di Gombong sewaktu SMA bersama ayah dan keluarganya.
Mendengarkan “A Rush of Blood to The Head” ketika lagi piket beberes ruang BEM di pagi hari.
Mendengarkan “Fun” sewaktu mengenang kebersamaan saya dengan orang lain yang sekarang situasinya sudah sangat berubah.
Menyempatkan mendengarkan “The Scientist” di laptop kecil berwarna hijau di kelas sewaktu siang hari pas SMA, kayaknya habis pelajaran olahraga.
Mendengarkan “Brothers and Sisters” saat begadang subuh di Mcd Gading Serpong untuk mengerjakan Bab I-II skripsi.
Membayangkan ingin berdansa bersama seseorang dalam “We Never Change”.
Ketika hujan dalam perjalanan dari sekolah mau ke asrama dan tiba-tiba ingin sekali mendengarkan “Charlie Brown” di kamar asrama, sambil tiduran di kasur dan buka pintu asrama supaya tetesan hujan tetep kelihatan.
Mendengarkan “Christmas Light” meskipun bukan di saat-saat menjelang Natal, dan menyanyikan ini di karaoke bersama Finna dan Fariz.
Membayangkan lagu “Such a Rush” di dalam himpitan KRL.
Menyanyikan “Shiver” sepenuh hati di karaoke bersama Yudit dan Finna.
dan “White Shadows”, “Don’t Panic”, “Square One”, “Easy to Please”, “Twisted Logic” serta “Spies” ketika sedang skeptis-skeptisnya sama hidup, juga “Cemetries of London” dan “Death and all His Friends” ketika sedang ingin berpikir dengan perspektif yang berbeda.
Karena itu, saya pribadi memang lebih amat,sangat, menggemari, lagu-lagu Coldplay yang dulu, karena lirik-liriknya itu memang sangat mewakili keresahan hati saya, sesuatu yang ingin saya ungkapkan tapi saya tidak tahu rangkaian bahasanya, yang dengan mudahnya mereka terjemahkan dan saya sependapat dengannya, Atau bahkan tidak dengan liriknya, tapi dengan segala instrumen pendukungnya.
You’re in control, is there anywhere you wanna go? - Square One
So, I wanna live in a wooden house,
Where making more friends would be easy - We Never Change
I awake to find no peace of mind
I said, “How do you live as a fugitive
Down here where I cannot see so clear?”
I said, “What do I know
Show me the right way to go”  - Spies
dan beberapa penggalan lirik Coldplay tercantum di lagunya yang lain, seperti:
But if you never try you’ll never know - Fix You
How can you know when you don’t even try - What If
If you never try, then you’ll never know - Speed of Sound
Eh terus hampir nangis dong nulis ini, huf pms pms, eh tapi kan baru aja selesai..
Sejujurnya, akhir-akhir ini lagi bingung karena mengingat cfrdrka-caroline.blogspot.com sudah bisa saya akses kembali, terus kedepannya mau pake yang mana? 
Karena itu jadi nggak nulis-nulis lagi deh #alesan
Bagaimanapun juga, blog saya yang sudah ditulis dari SMP itu merekam jejak-jejak saya, mimpi-mimpi saya, renungan dan kejadian random yang pernah mampir dalam hidup saya. Jadi rasanya sayang kalo diabaikan begitu aja.
Termasuk orang-orang yang penting di dalamnya, meskipun di saat yang sekarang sudah tidak sedekat yang dulu, tapi bagaimanapun juga, mereka menempati tempat sendiri di laci memori saya.
Mungkin mulai sekarang akan dicoba dipost di dua platform kali ya, sambil perlahan mengungsikan yang di sini. 
Eh malah jadi ngomongin blog lama, jadi begini, akhir-akhir ini saya magang.
Lalu, karena sehari-hari menggunakan kereta dari Serpong ke Tebet, saya membutuhkan bacaan untuk mengisi perjalanan di kereta.
Dimulai dari kembali aktif bertwitter, dan membaca blog orang-orang yang baru tahu dari twitter.
Dan akhirnya baru sadar, blog saya ini lama-lama hanyalah menjadi sebuah laporan peristiwa, peristiwa yang sudah selesai.
Saya rasanya menjadi semakin malas menjadi reporter untuk kisah hidup saya sendiri, dan cenderung ingin menuliskannya ketika peristiwa tersebut sudah selesai, terkadang seperti itu.
Jadi nggak ada tuh, cerita pas lagi putus asanya sama skripsi, adanya laporan: hari ini gua sidang akhir dan sudah selesai.
nggak ada tuh, cerita pas lagi banyak masalah dalam berorganisai di kampus, adanya laporan, oh terima kasih bem, untuk pengalamannya, gua sudah selesai menjabat.
nggak ada juga, cerita pas sedang menjadi mahasiswa sinema, dengan segala seluk beluknya.
dan hal-hal yang dialami manusia pada umumnya, kalo sesuai lagunya The Temper Trap: 
A moment a love
A dream aloud
A kiss a cry
Our rights
Our wrongs 
Untungnya, hal-hal random masih terkadang disempatkan ditulis.
Enggak tahu sih penyebab pastinya kenapa, sibuk? alesan banget, semua orang sibuk, tapi takutnya, semakin saya bertambah usia, lama-lama hal ini dibiarkan, saya jadi tidak bisa menuangkan perasaan saya sendiri, meluapkannya, dan mengekspresikannya. Padahal saya orangnya tertutup yang jarang meluapkan perasaan saya ke orang sekitar. Atau lebih baik memang seperti itu?
Eh tapi kayaknya tahu deng, cuman sayanya yang males ngorek.
Demikian.
Tadinya  mau nulis tentang Coldplay kok jadi belok ke sini ya topiknya..