–Maret 2017–
Setelah selesai menjalin hubungan dengan skripsi, supaya bisa lulus, saya kembali harus menjalin hubungan baru dengan yang namanya kehidupan magang.
Setelah menghubungi Ko Rio, senior yang pernah saya bantu waktu Tugas Akhir, gayung bersambut dan ketika ditanya: “Mulai bisa masuk kapan?” tanpa berpikir panjang menjawab “Besok juga bisa..” tanpa persiapan mental apapun. Atau harusnya memang tidak usah ada?
Dan perjalanan magang pun dimulai.
Hari pertama fix langsung tepar, setelah lama berleyeh-leyeh di rumah. Padahal di kantor ya belum ngapa-ngapain juga. Baru melihat lingkungan sekitar. Sebelumnya, sempat terpikir sanggup nggak yaa 3 Bulan Serpong-Tebet-Serpong, kok kayaknya pingin ngekos aja..
Kemudian saya ditempatkan di meja sebelah Bang Andy, line producer yang pada akhir bulan itu akan resign. Yang paling saya ingat perkataannya di hari pertama saya kerja adalah:
“magang itu mah, yaa biasa aja, kamu belajar buat kerja. Tapi yang sebenernya perlu diinget, itu adalah gimana cara kamu menjadi orang yang sama, baik itu di kantor, di kendaraan umum, dan di rumah”
Dan itu kerasa banget. Jadi cukup paham kalo denger cerita kenapa banyak orang yang sering marah-marah ketika di rumah, karena tuntutan di kantor.
Awalnya, karena di awal-awal magang berasa ngga ada kerjaan, dan setiap relasi terasa sangat profesional, satu hari rasanya berat banget. Menyambut hari Jumat rasanya seneng banget, dan menyambut hari Minggu rasanya berat banget.
Dikala masa-masa penyesuaian itu, saya kembali diingatkan waktu SMA, setiap tahun dibagiin selembar kertas yang isinya kalender akademik, yang dibentuk tabel kotak-kotak gitu.
Awal-awal masuk SMA, awal-awal jadi anak asrama dan jauh dari orang tua, adaptasi sama lingkungan baru, gue inget banget selalu nyoret hari yang berlalu setiap harinya di kalender, setiap selesai jam pulang sekolah, kadang malah sebelum bel pulang sekolah.
Sempet juga bilang ke Dian, temen sekelas yang sama-sama anak rantau “kita ke gereja 15x lagi, terus bisa pulang!” karena waktu itu menjelang libur lebaran, dan (ceritanya) setiap minggu ibadah ke gereja.
Tapi seiring berjalannya waktu, seiring keterbukaan diri sendiri.
Aktivitas kereta di pagi hari,
Aktivitas beli roti dan minum di Tams Bakery
Terus beli gorengan
Makan siang
46 hari ga kerasa (ya kerasa sih deket) lewat sudah.
abis cabut gigi dalam keadaan bengkak harus meeting sama manajer resto,
ujan-ujanan naik bemo karena gojek maupun uber ngga ada yang pick up sama sekali,
abis cabut gigi dalam keadaan bengkak harus meeting sama manajer resto,
ujan-ujanan naik bemo karena gojek maupun uber ngga ada yang pick up sama sekali,
persiapan syuting yang udah disiapin dengan matang tau-tau batal di H-2
Dan ya, 13 Juni menjalankan sidang magang, dan dinyatakan lulus :)
–Agustus 2017–
“Fin, gua pingin magang lagi deh sebelum bener-bener kerja, mumpung ga sih” ujar saya di tengah lampu merah di bsd saat itu.
Saya teringat bahwa saya sebenarnya tertarik dengan ilmu psikologi, kebetulan, dari saya SD, waktu itu pernah mendapatkan kunjungan yang cukup rutin dari Personal Growth, yang sampai saya mau lulus kuliah pun masih berdiri dan memberikan nilai-nilai yang sama.
Akhirnya, mulai melamar magang (lagi) di sana dan…keterima.
Awalnya cukup mengalami culture shock yang signifikan, karena seharian full di kantor, meskipun tidak full seminggu. Di mana segala aktivitas dilaksanakan di ruang kerja, sampai makan siang pun di meja yang sama
Disisi lain, gimana ya, bingung jelasinnya.
Dan dua bulan kemudian, pada 4 November 2017, magang saya selesai, yey.
Mengalami dua hal tersebut yang dikatakan dengan proses magang, saya menjadi cukup paham mengenai budaya kerja, dan koordinasi khususnya
Meskipun masih jauh untuk berada di fase di mana email tidak sengaja tidak terbaca karena terlalu menumpuknya inbox, saya masih bertanya-tanya mengapa ada orang yang tidak sempat (menyempatkan diri) untuk membalas e-mail, baik itu untuk konfirmasi, mengiyakan, atau menolak.
Terutama, mengapa orang ingin cepat-cepat pulang sesudah jam kerja selesai,
Dulu sempat heran kenapa orang ga pulang jam 10 malem aja biar pas naik kereta ya gak rame-rame banget.
Tetapi ternyata kebutuhan mereka bukan pulang dalam keadaan kereta yang sedang kosong, tetapi secepat mungkin bertemu dengan “rumah”, untuk beristirahat, karena aktivitas ini akan selalu berputar. Aktivitas ini adalah rutinitas sehari-hari.
Terus, mau lanjut kemana lagi sekarang?
No comments:
Post a Comment